Wednesday, May 30, 2012

Bung Hatta dan Wanita

Jika menyangkut wanita, Soekarno dan Hatta berbeda 180 derajat. Soekarno seorang Casanova dan memuja wanita cantik, sementara Hatta puritan. Hatta tidak pernah terlihat berjalan bersama wanita cantik. Hura-hura atau berpesta pora. Hidupnya dihabiskan dengan membaca dan menulis untuk bangsa ini.

Soekarno pernah menggambarkan bagaimana hubungan antara Hatta dan wanita. Kurang lebih bunyinya seperti ini. Jika Hatta bersama seorang wanita naik mobil dan mogok di sebuah tempat terpencil, maka kita akan menemukan Hatta akan tertidur pulas di salah satu sudut, sementara gadis itu tertidur di sudut lain yang berjauhan dengan Hatta.

Maksud Soekarno jelas. Hatta tidak akan tergoda oleh wanita.

Konon Hatta juga pernah sengaja memercikkan tinta ke tangannya. Hal ini dilakukan untuk menolak ajakan dansa dari gadis-gadis.

Saat Hatta muda dan kuliah di Belanda, teman-temannya pernah mengolok-olok Hatta. Mereka mengatur makan malam Hatta dengan seorang gadis Polandia yang seksi dan sangat menarik. Mereka ingin melihat apakah Hatta tergoda atau tidak.

Makan malam berlangsung. Usai makan si gadis pulang ke rumahnya. Hatta pun pulang ke rumahnya. Selesai. Tidak ada apa-apa dan tidak ada kelanjutannya.

Sang Proklamator yang Sangat Sederhana

Proklamator Mohammad Hatta memberikan teladan soal kesederhanaan. Hatta mengajarkan menjadi pria terhormat tidak harus menjadi orang kaya. Hatta juga mencontohkan perilaku jujur dan menghindari korupsi. Sesuatu yang sangat langka saat ini.

Setelah kemerdekaan dan jatuh bangun kabinet, Dwitunggal Soekarno-Hatta tidak berjalan seiring lagi. Mohammad Hatta memilih pensiun dari jabatannya sebagai wakil presiden tahun 1956. Hatta kecewa melihat Soekarno yang makin otoriter. Dia memilih mundur, berada di luar pemerintahan dan mengkritik kebijakan pemerintah lewat tulisan-tulisannya yang berani.

Rumah Kejepit di Gang Sempit

H Agus Salim gigih memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sempat ditangkap dan diasingkan Belanda. Gigih berbicara di forum internasional demi Indonesia. Cerdik, pintar dan menguasai sedikitnya sembilan bahasa. Hanya satu kekurangannya: Melarat.

"Beliau jenius dalam bidang bahasa. Barangkali ia paling pandai dari seluruh mereka itu. Beliau mempunyai hanya satu kelemahan, yaitu semasa hidupnya melarat," ujar Mohamad Roem mengagumi teladan bangsa yang satu ini.

Tapi itulah bukti pria kelahiran 8 Oktober 1884 ini tidak silau oleh harta. Sikapnya teguh, dan bersahaja. Agus Salim bersama Cokroaminoto mengembangkan Sarikat Islam. Dia pernah duduk di Volksraad atau Dewan Rakyat mewakili Sarikat Islam tahun 1921-1924. Di sini Agus Salim dikenal jago berdebat dan berpidato dalam bahasa Belanda. Agus Salim mundur karena mengetahui Belanda tak pernah sungguh-sungguh memperjuangkan nasib pribumi.

Celana Monyet Putra H Agus Salim

Pahlawan Nasional H Agus Salim dikenal sangat sederhana. Selain kesulitan dalam urusan rumah, soal pakaian juga tak lebih baik.

"H Agus Salim memakai pakaian menurut model sendiri. Kesan pertama bukan piyama dan bukan untuk pergi ke luar rumah. Bahannya lebih tebal dari piyama, tapi modelnya lebih dekat pada piyama. Potongan bajunya seperti kemeja, tapi dipakai di luar celana dan tidak pakai jas lagi," ujar Mohamad Roem dalam buku 'Bunga Rampai dari Sejarah'.

Saat berkunjung ke rumah Agus Salim tahun 1925, M Roem terkesan dengan kesederhanaan pemikir dan politisi besar Islam itu. Saat sedang asyik berdiskusi soal politik dan pandangan Agus Salim, tiba-tiba anak Agus Salim yang berusia empat tahun keluar dan minta digaruk. Anak itu mengenakan celana monyet, namanya Syauket.

"Dengan wajah penuh kasih sayang, beliau beralih pada anaknya. Menanyakan bagian mana yang gatal dan ingin digaruk," kisah M Roem.

Teladan Natsir dalam Menghormati Tamu

Mohammad Natsir tidak hanya memberikan teladan soal jas bertambal dan menolak pemberian mobil. Natsir juga dikenal tidak pernah menolak tamu. Dari duta besar, menteri, hingga guru mengaji tingkat kampung, semua tidak ada yang ditolak.

Natsir pejabat penting republik ini. Tahun 1946-1949, dia menjabat sebagai menteri penerangan. Tahun 1950-1951, Natsir menjadi perdana menteri atau orang kedua di pemerintahan. Tapi soal kesederhanaan, tak ada yang bisa menandingi Natsir. Dia tidak pernah membeda-bedakan tamu.

Ketika Natsir berseberangan dengan Soekarno dan ikut pemberontakan PRRI di Sumatera, dia keluar masuk hutan melawan pemerintah. Natsir kecewa dengan Soekarno yang makin memberi tempat komunis.

Di tengah hutan pun Natsir masih menunjukkan teladannya. Setiap tamu yang datang, selalu diajaknya makan bersama. Dia selalu meminta tamunya duduk di sebelahnya dan makan bersama seperti dua kawan lama.

Hal ini terus berlanjut ketika Natsir menjadi Ketua Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Kebiasaannya menerima tamu terus berlanjut. Padahal tamu-tamu yang meminta buah pikiran Natsir semakin banyak.

Sjahrir, Bung Kecil yang Benci Kekerasan

Melihat maraknya intimidasi dengan senjata api oleh 'orang kuat' di negeri ini, tidak ada salahnya belajar dari kisah Sutan Sjahrir. Dalam setiap tindak-tanduknya, Perdana Menteri RI 1945-1947 ini selalu menegaskan sikapnya yang antikekerasan.

Suatu hari di pengujung Desember 1946, Sjahrir pernah dicegat dan ditodong pistol oleh serdadu NICA. Saat pelatuk ditarik, pistol serdadu itu ternyata macet. Karena geram, serdadu itu kemudian memukul Sjahrir dengan gagang pistol.

Berita kekerasan terhadap sang perdana menteri itu kemudian tersebar lewat Radio Republik Indonesia (RRI). Namun bukannya senang berita itu tersiar, Sjahrir dengan mata yang sudah bengkak, justru memberi peringatan keras agar RRI menghentikan siaran itu.

Sjahrir berpikir siaran itu bisa berdampak fatal dengan dibunuhnya orang-orang Belanda di kamp-kamp tawanan oleh para pejuang republik karena tahu pemimpinnya dipukuli. Sjahrir juga tidak mengancam balik sang serdadu. Ini bukan saja karena Sjahrir tidak memiliki senjata api, namun sikap konsistennya yang antikekerasan.

Antara Soekarno, Kruschev dan Pesawat

 Soekarno dan Kruschev saat di Bali
Saat umur republik baru belasan tahun, Indonesia sudah memiliki pesawat kepresidenan. Pesawat yang dipakai Presiden Soekarno awal 60-an adalah Ilyushin Il-18 buatan Uni Soviet.

Pesawat ini adalah pemberian dari pemerintah Uni Soviet atau kini Rusia. Di dalam negeri, pesawat yang selalu membawa Bung Karno ke seluruh Nusantara ini, kemudian diberi nama Dolok Martimbang.

Sebelum menggunakan pesawat Rusia itu, Soekarno pernah punya masalah soal burung terbang dengan negeri Lenin itu. Pernah suatu saat Soekarno berencana mengunjungi Soviet dengan menggunakan pesawat PanAm jenis DC-8 buatan Amerika Serikat, musuh Soviet dalam perang dingin.

Rencana itu jelas membuat pemimpin Soviet Nikita Kruschev keberatan. Pemerintah Soviet saat itu langsung mengajukan usul akan menjemput sang proklamator di Jakarta menggunakan pesawat Soviet yang lebih megah, yakni Ilyushin L.111.