Proklamator Mohammad Hatta
memberikan teladan soal kesederhanaan. Hatta mengajarkan menjadi pria
terhormat tidak harus menjadi orang kaya. Hatta juga mencontohkan
perilaku jujur dan menghindari korupsi. Sesuatu yang sangat langka saat
ini.
Setelah kemerdekaan dan jatuh bangun kabinet, Dwitunggal Soekarno-Hatta tidak berjalan seiring lagi. Mohammad Hatta
memilih pensiun dari jabatannya sebagai wakil presiden tahun 1956.
Hatta kecewa melihat Soekarno yang makin otoriter. Dia memilih mundur,
berada di luar pemerintahan dan mengkritik kebijakan pemerintah lewat
tulisan-tulisannya yang berani.
Hatta bukan orang kaya. Gajinya
sebagai wakil presiden selalu habis digunakan untuk membeli buku. Dia
juga tidak pernah mau main ambil uang yang bukan haknya. Hatta pernah
menyuruh asistennya mengembalikan dana taktis wakil presiden sebesar Rp
25 ribu. Padahal jika tidak dikembalikan pun tidak apa-apa. Dana taktis
itu tidak perlu dipertanggungjawabkan. Tapi Hatta orang jujur yang punya
kehormatan.
Hatta, istri dan tiga anaknya tinggal di Jl
Diponegoro 57. Hatta menolak semua jabatan komisaris baik dari
perusahaan nasional maupun perusahaan asing. Dia merasa tidak bisa
bertanggung jawab pada rakyat jika mengambil jabatan itu.
Seperti
diketahui, jabatan komisaris perusahaan ini biasanya merupakan jatah
pejabat yang pensiun. Tanpa perlu kerja, setiap bulannya para pejabat
ini akan mendapatkan gaji buta. Karena itulah Hatta menolak.
Hatta
mendapat uang pensiun sebesar Rp 3.000. Jumlah itu terbilang kecil.
Hatta pun terengah-engah membayar tagihan listrik rumahnya. Istri Hatta,
Rachmi Rahim tak mampu membeli mesin jahit idamannya. Hatta pun hanya
bisa menyuruh Rachmi bersabar dan menabung lagi.
Yang paling
menyedihkan soal Hatta mungkin sepatu Bally. Hatta tak juga kunjung
mampu membeli sepatu Bally hingga akhir hayatnya. Tahun 1980, iklan
sepatu Bally ini masih tersimpan rapi dalam tumpukan arsipnya.
Tak malukah para pejabat korup itu membaca kisah Mohammad Hatta?
TEMUKAN ARTIKEL MENARIK LAINNYA DISINI:
0 comments:
Post a Comment