Mohammad Natsir tidak hanya memberikan teladan soal jas bertambal dan
menolak pemberian mobil. Natsir juga dikenal tidak pernah menolak tamu.
Dari duta besar, menteri, hingga guru mengaji tingkat kampung, semua
tidak ada yang ditolak.
Natsir pejabat penting republik ini.
Tahun 1946-1949, dia menjabat sebagai menteri penerangan. Tahun
1950-1951, Natsir menjadi perdana menteri atau orang kedua di
pemerintahan. Tapi soal kesederhanaan, tak ada yang bisa menandingi
Natsir. Dia tidak pernah membeda-bedakan tamu.
Ketika Natsir
berseberangan dengan Soekarno dan ikut pemberontakan PRRI di Sumatera,
dia keluar masuk hutan melawan pemerintah. Natsir kecewa dengan Soekarno
yang makin memberi tempat komunis.
Di tengah hutan pun Natsir
masih menunjukkan teladannya. Setiap tamu yang datang, selalu diajaknya
makan bersama. Dia selalu meminta tamunya duduk di sebelahnya dan makan
bersama seperti dua kawan lama.
Hal ini terus berlanjut ketika
Natsir menjadi Ketua Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.
Kebiasaannya menerima tamu terus berlanjut. Padahal tamu-tamu yang
meminta buah pikiran Natsir semakin banyak.
"Asal saja Pak Natsir
mau mengurangi menerima tamu kesehatannya akan lebih baik," ujar para
pengurus Dewan Dakwah seperti dituturkan M Roem dalam buku 'Bunga Rampai
dari Sejarah'.
Tapi itulah Natsir. Pria luar biasa ini ingin
selalu berdiskusi dan membagikan ilmunya. Bukankan sebaik-baiknya
manusia adalah yang paling berguna untuk orang lain?
M Roem
pernah marah pada sekretaris Natsir. Dia menyalahkan sekretaris itu yang
tidak bisa menghalangi para tamu menemui Natsir. Tapi si sekretaris
Natsir berkilah, justru bosnya yang memaksa menemui seluruh tamu.
"Kalau
tamu seorang penting, seorang duta besar dari negara Timur tengah atau
pemimpin parpol, kita bisa mengerti. Tapi juga menerima seorang dari
Kampung Bali Gang IX, atau Imam langgar dari gang Bluntas, atau guru
madrasah dari Tangerang?" M Roem menggeleng-gelengkan kepala.
Natsir memang teladan.
TEMUKAN ARTIKEL MENARIK LAINNYA DISINI:
0 comments:
Post a Comment